6 Hal yang Aku Pelajari dari Menjadi Beauty Blogger

First thing first,

I think I am now living in a world I have been dreaming of.

Tapi masih sebagai newbie. Lebih newbie dari newbie sih, apa ya nyebutnya? Baby step? Fase awal memulai kehidupan baru, di dunia yang baru, dengan langkah yang masih tertitah. Dari yang semula tidak tahu ke mana akan melangkah, tidak tahu tanah mana yang akan kuinjak. Ada untungnya membiarkan diri bangkit sendiri setelah (((nyusruk))) sendiri tanpa arah. Gapapa, namanya juga first time.

Salah satu hal yang ingin aku wujudkan dari beberapa tahun lalu adalah nulis di blog, nge-review skincare, make-up, dan printilan-printilan beauty lainnya. Tiap lagi skincare-an malem tuh bawaannya pengen nyeritain perjalanan kulit muka aku bisa sampai kayak sekarang, secara dulu jerawatan buanyak banget. Siapa tahu kan ya ada orang di luar sana yang sedang jerawatan juga dan butuh referensi produk untuk meredakan masalah kulitnya, khususnya mereka yang memiliki jenis kulit yang sama seperti aku. Trus sekarang apakah aku sudah terbebas dari jeratan jerawat? Bisa dibilang sudah, tapi masih suka muncul jerawat kalo mau menstruasi. Selain jerawat, saat ini aku juga sedang fokus menangani masalah aging di kulit dengan menggunakan produk anti-aging yang aman digunakan di kulit berjerawat.

Kemudian make-up. Aku mulai tertarik dengan make-up dari tahun 2014, awalnya iseng beli kuas, lalu merambat ke lipstik (sampe sekarang juga masih addict banget sama lipstik hahaha). Kurasa ga ada salahnya juga aku sharing make-up karena selalu ada impresi dari masing-masing produk yang kupakai. Dari skincare dan make-up akan muncul masalah-masalah yang sering terjadi di kehidupan kita khususnya para beauty enthusiast, kayak ‘gimana caranya tetep bisa jajan skincare dan make-up tapi ga bikin bokek’ atau ‘kemasan skincare yang udah pada abis itu enaknya langsung dibuang atau diapain dulu, ya?’. Gitu. Seperti ada bisikan dari dalam yang memintaku untuk membahas hal-hal demikian.

Seiring berjalannya waktu, dari Februari 2020 sampai sekarang, menerjunkan diri sebagai beauty blogger sangat mengajarkanku akan banyak hal. Setidaknya ada 6 hal yang bisa aku pelajari dan tentu aku sangat bersyukur akan ini. Apa aja tuh? Yuk, simak.


1.       Menghargai Kualitas di Atas Kuantitas

Karena sebelumnya aku sempat bekerja di perusahaan selama dua tahun, jadi caraku menjalani kesibukan ini mirip-miriplah dengan kebiasaan kantor. Mulai dari jam kerjanya, semuanya harus terstruktur, dan semua harus berjalan sesuai rencana awal. Misalnya, duduk selama 8 jam bahkan lebih di depan laptop, mastiin setiap progress dari review produk udah di-update sedetail mungkin di excel, sampai maksain diri untuk cepet-cepet nge-review semua skincare make-up… kayak seminggu harus bisa ngelarin 3 artikel bahasa Indonesia dan 3 artikel bahasa Inggris. Iya kan blog ini konsepnya bilingual gitu neik ambis banget pengen masarin sampe tingkat internasional wkwkwk.

Setelah dirasa-rasain, kok kayak dikejer apaan gitu ya tiap hari nelorin 1 artikel? Ngos-ngosan saya. Efeknya ga hanya di kualitas tulisan saja, tapi juga di kualitas foto yang diambil seadanya. Pokoknya ada fotonya. Padahal ga gitu. Pelan-pelan aku bisikin diri sendiri, “ini tuh bukan administrasi kantor ya yang harus dikebut semaleman” wkwk. Udalah abis itu aku nyoba meditasi, dengerin podcast dan youtube dari para healer yang tujuannya untuk aku bisa lebih mendengarkan diri sendiri dan fokus terhadap apa yang sedang aku kerjakan. Entah apa yang aku lakukan saat itu (ya aku lupa e, piye), sampailah pada titik di mana aku harus mengutamakan kualitas daripada jumlah tulisan. Atau disebutnya, quality over quantity. Ngapain punya tulisan banyak tapi ga ada isinya? Buat apa nge-review banyak dan cepet tapi yang disampaikan sebatas “bagus banget, bener-bener bagus, mau meninggal”? Ini bukan sekadar review dari penulis yang hanya menulis, tapi ini adalah sebuah ulasan yang disampaikan oleh beauty blogger. Penulis di bidang kecantikan. Sebuah tanggung jawab sebagai seorang penulis di bidang tertentu. Sebuah tanggung jawab yang ternyata aku ambil sendiri. Hmmmm, kenapa jadi serius banget ya.

Jadi, tulisan dari beauty blogger ini harus layak dijadikan sebagai referensi pembaca yang memiliki ketertarikan di bidang yang sama atau mereka yang membutuhkan rekomendasi produk untuk mengatasi permasalahan kulit yang sedang mereka alami. Mending bikin tulisan seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali tapi kualitasnya bagus, daripada kejar setoran sehari 1 artikel tapi bahasannya dangkal.

Kalo ada pikiran-pikiran bandel di kepala kayak:

“Sehari 1 artikel kan biar pengunjung blognya banyak, kak.”

Well, kamu mau sharing atau mau ngejer traffic? Kalo sharing, lakukan dengan tulus dan sepenuh hati. Traffic mah ada aja ntar, tenang aja.

“Sehari 1 artikel kan biar dianggap blogger aktif, kak”

Bentar. Aku juga bingung ni jawabnya. Emang kalo postingnya seminggu sekali atau dua kali tapi rutin, ga dianggep blogger aktif ya?

“Tapi kayak detikcom itu update-nya tiap hari kak, aku ga mau kalah!”

Wooh detikcom mah sehari seribu postingan juga jadi itu. Detikcom begitu tuh karena penulisnya banyak, tingkat urgensinya juga tinggi karena yang disampaikan adalah berita yang segar, aktual, dan tepercaya. Sek, ini tagline berita mana ya.

Kalo yang sama-sama di bidang kecantikan, contohnya Editorial Female Daily, dia itu kan penulisnya banyak jadi bisa sering-sering update. Di samping itu, ada penyuntingnya juga yang berperan untuk ngecek ulang tulisan yang akan terbit. Lah, kita? Udalah nulis sendiri, motret sendiri, ngedit sendiri, posting di instagram sendiri.. ya kalem bae udah. Kalo tetep mau posting sehari sekali atau lebih, ya.. yang nulis jangan cuma kamu.

Lagi pula nge-review skincare juga ga bisa dilakukan dalam rentang waktu yang singkat. Biarpun kita udah make produknya selama setahun, atau kalo udah make selama itu tapi intensitasnya jarang, kita perlu mastiin kalo progress yang kita inget, kita rasakan, dan pastinya yang akan kita tulis itu real. Biasanya sih aku ambil waktu satu sampai dua minggu untuk mengulang pemakaian produk tersebut secara rutin, setidaknya aku bisa yakin akan efek yang dihasilkan setelah beberapa kali pemakaian. Atau gampangannya, efek instan lah. Skincare berbeda dengan make-up yang sekali pakai aja udah bisa di-review panjang lebar.

Oya, buat kamu yang sempet baca artikel-artikelku sebelum tanggal posting tulisan ini... selamat, kamu pernah jadi saksi baby step seorang aku nulis beauty review hahahhaa. Selanjutnya akan aku edit ulang tulisan-tulisan yang udah naik, penulisan akan dipertajam dan foto-fotonya tentu akan kuganti dengan foto  yang lebih menarik ️. 


2.       Belajar Motret

Sebulan terakhir ini aku belajar gimana caranya motret. Mulai dari cara motret pake smartphone, mengenal teori color wheel, teori rule of third, sampe ngeliat contoh foto-foto produk yang bervariasi. Biasanya aku belajar dari channel youtube Martha Suherman dan Rio Pharaoh. Ada juga beberapa youtuber luar negeri yang ga bisa aku sebutin namanya karena… ga inget. Well, ternyata belajar fotografi seru juga ya, ga bikin spaneng.

Keinginan belajar motret ini didorong dari rasa insecure-ku waktu ngelihat postingan instagram skincare akun lain kok bagus-bagus. Sementara fotoku cuma begini. Eh sini aku liatin hasil fotoku sebelum dan sesudah belajar motret.

sebelum

sesudah

Sebelum: masih seadanya. Cuma pake alas foto kain bulu, ngandelin lampu ruangan. Ini juga efek dari kebiasaan lalu yang pengen ngepost 1 artikel sehari, jadilah asal foto, pokoknya ada foto. Pernah juga dari sore sampe malem ngebut motretin semua skincare yang ada. Padahal ga gituuu.

Sesudah: nah, mulai ada perkembangan. Mulai ada properti foto, lebih ngandelin cahaya matahari biar hasilnya maksimal. Biasanya sih aku motretnya siang dari jam 1 sampai jam 3.

 

3.       Memahami Personal Branding di Media Sosial

Sebelum ngeblog aku ga ngerti loh maksudnya personal branding di media sosial meskipun banyak orang di luaran sana yang koar-koar soal ini. Mikirnya, yaelah personal branding kok di media sosial, yaelah sosial media doang, atau dunia maya kok diseriusin banget sih heran deh. Eh ternyata aku salah besar. Justru dari sosial media kita bisa promosiin diri kita. Astaga. Aku. Ke. Mana. Aja.

Aku juga bisa share kesibukan aku sebagai blogger dengan membagikan tulisan yang sudah diposting ke Instagram, dikemas dengan tampilan semenarik mungkin. Kalo nge-share di twitter kan yaudah tinggal copy paste judul dan link-nya, kelar deh. Buat aku pribadi yang baru nyeriusin instagram sebagai salah satu ‘rumah maya’, ada keseruan dan tantangan tersendiri dalam menyajikan postingan yang eyecatching. Selain belajar motret seperti yang aku sampaikan di poin sebelumnya, aku juga mulai nyari tau aplikasi mobile apa aja yang bisa aku gunakan untuk mendukung aktivitas di dunia maya ini, salah satunya adalah aplikasi Canva. Sebuah aplikasi penyedia berbagai macam template menarik, cocok untuk aku yang pengen nge-post bagus tapi skill design masih jongkok, hhh.

 

Dengan rajin-rajin posting review di instagram dan nge-tag brand bersangkutan, selain menguntungkan brand dan online shop juga bermanfaat untuk mengenalkan siapa diri aku kepada penduduk instagram. Ya siapa tau diajak kerja sama ya kan *wink*. Oh atau dilirik sama Female Daily hehhee *wink lagi*.

Ada kata personal dalam personal branding, berarti sifatnya pribadi dong. Memang, tujuan kita membuat sosial media sebagai sarana personal branding adalah untuk menarik pengunjung biar ngeliat karya kita, nge-follow kita, nge-like postingan kita, tapi balik lagi itu semua asalnya dari kita. Yang kita sajikan ke mereka adalah diri kita. Jadi postingan yang nongol di twitter, instagram, bahkan blog itu sedikit banyak memancarkan aura dan pribadi diri kita. Misal di instagram, kebanyakan skincare reviewer itu feed-nya bernuansa putih sebagai representasi bahwa skincare itu harus higienis dan merupakan tujuan dari skincare juga yang merawat wajah kita supaya bersih. Tapi masa sih feed instagram skincare harus melulu putih atau hijau kalo skincare-nya terbuat dari bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan? Berarti kalo dibatesin warna, ga ada kesempatan kita untuk berkreasi dengan warna lain? Ga bisa nunjukin mood kita, selera kita? Hhh, yaudin, kembali pada keyakinan masing-masing. Kalo aku pribadi sukanya sesuatu yang colorful untuk tampilan sosial media (kalo barang atau perabotan sih aku lebih suka warna putih), jadi bagaimana aku mengemas foto skincare untuk aku review ya semau aku enaknya pakai warna apa. Bukan ga mau pakai warna putih juga, tapi sejujurnya aku kurang bisa menyamakan tone masing-masing foto kalo latarnya putih semua hahaha. Ada satu foto yang putihnya putih bersih, yang satunya putih gading, satunya putih agak gelap, atau satunya putih yang terlalu putih silau. Auk ah.

Update 4 September 2020: saat ini aku sedang belajar gimana caranya motret pake background putih dong wkwkw kenyang banget makan omongan sendiri mantap.

 

4.       Ini adalah tentang Seni

Sebentar. Ini masih lanjutan dari poin ketiga.

Motret, nulis, dan personal branding. Motret itu bagian dari seni. Begitupun menulis. Jadi kalo kita memiliki jiwa seni yang tinggi, sah-sah aja dong percikan seni itu muncul di media sosial yang memang gunanya untuk personal branding?

Seni itu bebas, liar, tidak terpancang aturan. Seni itu tentang selera, rasa, sangat personal sekali. So, kalo kita punya ‘gaya’ tersendiri dalam memotret, menulis, ya gapapa pertahankan aja karena itu milik kita. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah dalam seni.

 

5.       Lebih Peka terhadap Makna di Balik sebuah Kalimat

Nah di atas udah ngomongin foto, sekarang ngomongin tulisan.

Sebelum ngeblog, secara ga sadar aku sering tergiur oleh iklan atau review selebgram yang gatau itu bener apa ngga. Setelah ngeblog, sering nulis, sering riset kandungan produk skincare, jadi ngerti kalo kalimat iklan itu kebanyakan… lebay. Kalimat iklan tuh sebenernya ga salah, dia bener, cuman cara penyampaiannya aja yang bikin kita tinggi harapan. Misal nih, ada skincare yang mengandung AHA BHA, udah tau kandungan ini gunanya untuk eksfoliasi dan peremajaan kulit sehingga apabila digunakan secara rutin akan membuat kulit terlihat lebih cerah. Di kalimat iklan, bisa jadi produk ini diklaim memiliki manfaat dapat memutihkan wajah. MISAL LOH YA INI MISAL. Astaga para copy writer please jangan serang aku. >.<

Dari sini mulai paham kalo beli skincare liat dulu bahan dasarnya apa, kandungannya apa aja, jangan mudah terpengaruh sama kalimat iklan.

Selain itu, aku juga jadi lebih peka sama cara seseorang menyampaikan sesuatu. Apakah kalimat yang ia sampaikan ini tulus atau hanya permainan kata-kata untuk meyakinkan audience.

 

6.       Lebih Mengenal Diri Sendiri

Lebih mengenal diri sendiri merupakan kesimpulan dari 5 poin sebelumnya. Mulai dari aku yang ternyata bisa belajar memahami dan menerapkan quality over quantity, aku yang ternyata seneng motret produk, aku yang malah jadi tertarik sama self-branding di media sosial padahal sebelumnya apatis, aku yang bisa menemukan ternyata ada jiwa seni dalam diri, sampai aku yang bisa mendeteksi apakah sebuah kalimat itu jujur atau hanya serpihan-serpihan apaan tauk yang dikemas sedemikian rupa demi menarik audience. Kelima hal ini bisa dibilang masih secuil dari proses aku mengenal diri sendiri. Tentu ke depannya akan lebih banyak hal lain yang aku temui dalam diri.

 

Senang sekali bisa mengenali potensi dalam diri dari melakukan apa yang aku sukai. Tanpa paksaan, tanpa keharusan, tapi karena kemauan. Aku tidak harus belajar sesuatu, tapi aku mau belajar sesuatu.

Hai kamu yang baca tulisan ini, potensi dalam diri apa saja yang berhasil kamu temukan selama menjalani pekerjaan atau hobi yang kamu cintai? Share di kolom komentar yuk biar pembaca lain bisa ikut terinspirasi menggali potensi mereka.

Cheers!

4 Comments

  1. Thank you for sharing mbaa, aku juga banyak banget perubahan dari awal memutuskan buat jadi beauty blogger, dari cara foto sampai desain blog, semuanya udah berubah banget hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mba Dyn atas feedbacknya :) tetep ngeblog kita yaa hehe

      Hapus
  2. Aku baca ini jadi berasa ngaca deh, kak. Aku juga begitu, jadi banyak belajar gara-gara ngeblog. Walaupun posting cuma bisa satu atau dua Minggu sekali :-D. Kalau sekarang mau lebih belajar motret lagi nih, Mbak. Hasil jepretanku masih ancur banget. Maklum, jiwa artistik masih tiarap. Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe gapapa pelan-pelan, nanti insting jalan sendiri kok kudu belajar apa aja biar makin pinter :) semangat belajar motretnya, kak!

      Hapus