A Beauty Journal by Radiani
  • About
    • About Me
    • Disclaimer
    • Terms of Service
    • Privacy Policy
    • Download Portfolio & Collaboration TnC
  • The Journal
    • Beauty
      • Brand
        • Abib
        • Adara
        • Airnderm
        • Avoskin
        • Azalea
        • Azarine
        • Azloe
        • Bali Alus
        • barenbliss
        • Base
        • Bless
        • Brunbrun
        • Buttonscarves
        • Byunest
        • Capella
        • Catrice
        • City Color
        • Colorrose
        • Cosrx
        • Dear Me Beauty
        • eBright Skin
        • Eileen Grace
        • Ellips
        • ElsheSkin
        • Emina
        • Focallure
        • Freeman
        • Fruitlab
        • Garnier
        • Hada Labo
        • Herborist
        • Innisfree
        • Jellys
        • Kleveru
        • L'oreal
        • Lacoco
        • La Tulipe
        • Lovana
        • Love Beauty and Planet
        • LT Pro
        • Madame Gie
        • Makarizo
        • Make Over
        • Maybelline
        • Mine Perfumery
        • Miniso
        • Mother of Pearl
        • Mutouch
        • Nacific
        • Nadfaskin
        • Nameera
        • Naturals by Watson
        • Nivea
        • Noera by Reisha
        • Numa-Skin
        • Nutrishe
        • Oh My Glam
        • Omniskin
        • Onix Fragrance
        • Organic Lombok
        • Palmolive
        • Physiogel
        • Pinkberry
        • Piw Piw
        • Pixi
        • Pixy
        • Pond's
        • Premiere Beaute
        • Pyunkang Yul
        • Raecca
        • RANS Beauty
        • Red-A
        • Reglow
        • Re.set the Skin
        • Rintik Skincare
        • Rojukiss
        • Saafar Beaute
        • Safi
        • Scarlett Whitening
        • Silky Girl
        • SKII
        • Skin Dewi
        • Skinfood
        • So Natural
        • Some by Mi
        • Somethinc
        • St. Ives
        • Sugarpot
        • Surface+
        • Syuga
        • Teratu Beauty
        • The Body Shop
        • The Ordinary
        • Three
        • Total Care
        • Tresemme
        • Vaseline
        • Viva
        • Votre Peau
        • Vitalis
        • Wardah
        • Wild Habit
        • Y.O.U
      • Make-Up
        • Blush On
        • Cushion
        • Eyebrow Pencil
        • Eyebrow Pomade
        • Eyeliner
        • Eyeshadow
        • Foundation
        • Lip Balm
        • Lip Cream
        • Lip Gloss
        • Lipstick
        • Mascara
        • Primer
        • Setting Spray
      • Personal Care
        • Face Care
          • Cleansing Balm
          • Cleansing Oil
          • Emulsion
          • Essence
          • Eye Serum
          • Face Mist
          • Face Oil
          • Face Scrub
          • Face Wash
          • Mask-Clay
          • Mask-Hydrating
          • Mask-Peel Off
          • Micellar Water
          • Moisturizer
          • Rose Water
          • Serum
          • Sheetmask
          • Sleeping Mask
          • Sunscreen
          • Spot Cream
          • Toner-Exfoliating
          • Toner-Hydrating
          • Tonic
        • Body Care
          • Armpit Care
          • Body Lotion
          • Body Mask
          • Body Scrub
          • Body Serum
          • Body Wash
          • Deodorant
          • Shower Gel
          • Shower Oil
          • Shower Scrub
          • Stretch Mark Oil
          • Stretch Mark Cream
          • Sunblock
          • Waxing
        • Foot Care
          • Foot Spray
        • Hair Care
          • Hair Creambath
          • Hair Fragrance
          • Hair Vitamin
          • Shampoo
        • Lip Care
          • Lip Serum
        • Mouth Care
          • Mouth Wash
        • Scent
          • Eau de Parfum
          • Eau de Royale
          • Eau de Toilette
          • Extrait de Parfum
      • Tool
        • Shower Puff
    • Business
      • Tents
    • Fashion
    • Travel
      • Hotel
  • socioplate.co
Fany Efrita Alunjiva Setara Berdaya
Fany Efrita, dalam talkshow “Stories of Entrepreneurship and Generational Empathy” @america | sumber: instagram @fanyefrita

“Untuk break the stigma itself, lo harus jadi role modelnya.”

Kalimat tegas itu meluncur dari bibir Fany Efrita dalam sebuah studio at america di Jakarta. Tangan kanannya menggenggam mikrofon dengan mantap. Tubuhnya condong ke depan, menolak gambaran sebagai sosok yang rapuh.

Fany Efrita @america | sumber: youtube atamerica 

Fany hidup dengan kondisi makrodistrofi lipomatosa, sebuah bentuk disabilitas fisik yang menjadikan kakinya lebih besar dari ukuran umum. Namun sorot matanya pagi itu jauh lebih keras daripada kondisi tubuh yang mungkin ingin dunia jadikan sebagai definisi dirinya. Fany menolak tunduk pada stigma. Ia memilih menulis sendiri babak pemberdayaan dalam hidupnya.


Aku dan Keraguan Menjadi Diri Sendiri

“Aku hanya ingin tidak terlihat.”

Selama 31 tahun hidupku, aku menjalani hidup dengan usaha untuk selalu tidak mau terlihat. Setiap ketidaksempurnaan pada tubuh terasa seperti panggilan agar orang lain menatap, mengomentari, menghakimi, merendahkan, lalu memaksaku mengubur impianku. Aku terbiasa menyembunyikan bagian diriku yang tidak sesuai standar cantik, selama tampil di dunia maya ini aku hanya menunjukkan sisi wajahku yang paling tak ada cela di kamera.

Meskipun tampak wajar dan jutaan pembuat konten melakukannya, bagiku ketidaksempurnaan ini sering membuatku mematikan layar kamera berkali-kali setelah merekam diriku berbicara di hadapan lensa. Kamera ponsel seringkali menjadi musuh yang tidak terlihat. Aku mengurungkan niat untuk melanjutkannya, sebab yang aku temui adalah sosok dengan wajah yang bukan lagi asimetris biasa tetapi juga seluruh jejak masa lalu yang mengingatkan bahwa aku tidak pantas terlihat.

Namun pagi ini tatapanku nanar, mataku sembab melihat perjuangan Fany Efrita, seorang perempuan yang justru memilih berjalan ke panggung dunia dengan kondisi fisiknya yang berbeda. Dalam dirinya, aku menemukan pertanyaan yang menghangatkan hati: jika Fany tidak menyerah pada tatapan orang lain, mengapa aku masih bersembunyi dari dunia?

Mendengar cerita Fany, aku tidak bisa tidak merasa terhubung dengan perjuangannya. Ada sesuatu yang familiar dalam caranya menghadapi tantangan dan menolak untuk menyerah. Ceritanya membangkitkan kenangan akan perjuangan pribadiku sendiri dalam menghadapi standar sosial yang menghakimi.


Perempuan dengan Langkah yang Mengubah Arah

Fany Efrita | sumber: instagram @fanyefrita

Fany pernah mengalami fase gelap penerimaan diri. Ia tidak hanya menghadapi keterbatasan fisik, tetapi juga batas yang sengaja dipasang masyarakat. Ia pernah dipecat dari sebuah bank hanya karena seragam kerja tidak sesuai kondisi tubuhnya.

“Hanya gara-gara seragam kantor terus aku dipecat,” ucapnya mengenang salah satu luka terdalam.

Namun ia memilih bangkit. Fany merantau ke Jakarta lalu bergabung dengan Thisable Enterprise untuk mengikuti program inkubasi bisnis selama enam bulan. Dari titik inilah ia menemukan misi hidup yang jauh lebih besar daripada kesedihan yang pernah membelenggu.


Ketika Konten Menjadi Akses dan Martabat

Dalam sebuah kesempatan ia menyampaikan, “Kita ingin diberi kesempatan, bukan belas kasihan.” Narasi pun bergeser. Mereka bukan disabilitas yang mencoba membuat konten. Mereka adalah konten kreator yang kebetulan memiliki disabilitas.

Pengalaman yang pernah hampir mematikan semangatnya, kini justru berubah menjadi sumber kekuatan yang ia bagi kepada banyak orang. Bersama rekan-rekan disabilitas lainnya, Fany terlibat dalam komunitas seperti Alunjiva, sebuah ruang untuk meningkatkan kemampuan penyandang disabilitas perempuan di Indonesia. Kegiatan dan layanan Alunjiva meliputi edukasi, pemberdayaan, peduli kesehatan mental, dan support system.

Salah satu program Alunjiva adalah pemberdayaan yang menciptakan kesempatan tanpa batas bagi teman disabilitas. Dengan itu, ia bersama tim Alunjiva mengadakan pelatihan digital skill online, pelatihan wirausaha, pameran wirausaha, pelatihan barista, pemberian alat bantu mobilitas, hingga pelatihan soft skill.

Pelatihan Digital Skill Online | sumber: alunjiva.id

Tidak berhenti di sana, ia juga aktif di Setara Berdaya, sebuah wadah pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas, perempuan dan pemuda yang mengedepankan inklusifitas dan keberlanjutan di Indonesia. Setara Berdaya tidak hanya berorientasi pada dampak yang dibutuhkan pada satu masa tertentu saja tetapi juga memberdayakan sumber daya manusia yang berkelanjutan.

Era digital memperlihatkan peluang baru: ruang kerja kreatif yang tidak ditentukan oleh kondisi fisik. Fany melihat bahwa kemampuan menjadi konten kreator bukan sekadar aktivitas hiburan, tetapi jalan menuju kemandirian ekonomi penyandang disabilitas. Ia mulai membangun kurikulum pelatihan yang dapat diakses secara gratis melalui komunitas Alunjiva dan Setara Berdaya, yang mencakup:

  1. Dasar desain konten UMKM
  2. Strategi dan analisis konten
  3. Pemanfaatan tren digital
  4. Produksi konten interaktif
  5. Penulisan dan storytelling digital

Materi dalam kelas webinar yang dapat diakses secara gratis di website setaraberdaya.com

Dalam setiap langkahnya, Fany menjadi penghubung antara mereka yang sering tidak diberi ruang dengan peluang untuk berdiri tegak dan terlihat. Dari suaranya yang tegas, terpancar pesan yang konsisten: keberdayaan milik semua orang, termasuk mereka yang pernah dianggap tidak mampu.


Pendidikan sebagai Landasan Gerakan

Fany menyelesaikan studi Ekonomi Manajerial di Universitas Tanjungpura dan memperkuat kepemimpinan komunitas melalui berbagai pelatihan ekonomi kreatif serta manajemen nonprofit. Jejak akademik ini memperkokoh gerakannya. Inklusivitas tidak hanya lahir dari empati, tetapi strategi sosial yang terukur dan berkelanjutan.


Tahun 2024: Gerakan yang Diakui

Tahun 2024, kiprah Fany memperoleh pengakuan nasional dengan menerima SATU Indonesia Awards 2024 bidang Pendidikan, mewakili Provinsi Banten. Penghargaan ini tidak hanya menandai kontribusi Fany dalam pengembangan keahlian konten kreator disabilitas, tetapi juga menegaskan pentingnya inklusi dan kesetaraan dalam pendidikan. Dengan ribuan nominator dari seluruh Indonesia, penghargaan ini menjadi bukti nyata bahwa kerja keras Fany telah diakui secara nasional.

Gerakannya tidak lagi berdiri di pinggir wacana sosial. Ia kini berada di pusat transformasi akses ekonomi bagi kelompok disabilitas.


Ia Tidak Hanya Mengubah Hidupnya, Tetapi Hidup Begitu Banyak Orang

Dampak itu terlihat nyata melalui pintu-pintu kesempatan baru yang terbuka bagi peserta pelatihannya. Kolaborasi dengan perusahaan teknologi mulai menghadirkan rekrutmen inklusif bagi pekerja digital penyandang disabilitas. Kesempatan ini lahir karena para peserta memiliki kompetensi riil yang dibangun melalui program Fany. Mereka tidak lagi menjadi objek advokasi. Mereka telah siap mengambil ruang sebagai talenta profesional.

Setara Berdaya bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk memberi ruang berkarya teman-teman disabilitas | sumber: instagram @setaraentertainment

Transformasi itu mungkin belum langsung melahirkan ribuan konten kreator mapan. Namun ia telah menyalakan keberanian-keberanian pertama: kamera yang mulai dinyalakan, ide yang berani diunggah, dan langkah kecil yang mengubah masa depan.


Ia Juga Mengubah Hidupku

Dari keberanian Fany, aku belajar mengubah narasi. Jika selama ini aku menyembunyikan diri karena takut dinilai, kini aku ingin tampil karena aku berhak menyebarkan dampak. Tubuh dan wajah tidak harus sempurna untuk berharga. Penerimaan diri bukan akhir. Ia adalah awal sebuah perjalanan untuk berdaya.


Dunia yang Tidak Lagi Menuntut Kesempurnaan

Fany memimpikan Indonesia yang memberi akses adil bagi semua jiwa. Ia ingin membangun studio inklusi digital, tempat talenta disabilitas mengasah kemampuan hingga menjadi pelaku ekonomi kreatif yang kompetitif. Harapan yang sederhana, tetapi sangat manusiawi: tidak ada lagi yang merasa tidak pantas hanya karena berbeda.


Langkah Besar yang Terus Menggema

Panggung tempat Fany berbicara hari itu hanya satu dari banyak panggung yang menunggu keberaniannya. Ia akan terus berjalan dengan langkah kakinya yang kuat, menyampaikan pesan yang sama kepada lebih banyak orang: Setiap jiwa berhak menjadi role model untuk menciptakan masa depan yang bermakna.


Referensi:
Instagram
- Alunjiva. Profil Instagram. Diakses 27 Oktober 2025 dari https://www.instagram.com/alunjiva.id
- Fanny Evrita. Profil Instagram. Diakses 27 Oktober 2025 dari https://www.instagram.com/fanyefrita
- Setara Berdaya. Profil Instagram. Diakses 27 Oktober 2025 dari https://www.instagram.com/setaraberdaya
- Setara Entertainment. Profil Instagram. Diakses 27 Oktober 2025 dari https://www.instagram.com/setaraentertainment

LinkedIn
- Fanny Evrita. Profil LinkedIn. Diakses 27 Oktober 2025 dari https://www.linkedin.com/in/fanny-evrita

Website & Artikel

- Alunjiva – Situs resmi. Diakses 29 Oktober 2025 dari https://alunjiva.id
- Indonesia.go.id – “Inklusivitas Bukan Sekadar Janji: Merangkai Ruang Digital yang Bisa Diakses Semua”. Diakses 29 Oktober 2025 dari https://indonesia.go.id/kategori/editorial/10168/inklusivitas-bukan-sekadar-janji-merangkai-ruang-digital-yang-bisa-diakses-semua?lang=1
- Setara Berdaya – Situs resmi. Diakses 29 Oktober 2025 dari https://www.setaraberdaya.com

YouTube

- @america – Stories of Entrepreneurship and Generational Empathy (Video siaran langsung). Diakses 29 Oktober 2025 dari https://www.youtube.com/live/l5a77s1LcEg








Bara Api Suci, Nyalakan Mimpi di Hati Anak Pemulung di Pinggir Kota Jambi: Kisah Suci Utami Armand Membuka Jalan Pendidikan
Bara Api Suci, Nyalakan Mimpi di Hati Anak Pemulung di Pinggir Kota Jambi: Kisah Suci Utami Armand Membuka Jalan Pendidikan

Di Sebuah Sudut Kota Jambi…

Pagi baru saja merekah di Jambi. Di bawah hangatnya matahari, seorang ayah berpamitan pada anak-anaknya. Di pundaknya tergantung keranjang penuh barang bekas, dan di matanya tersimpan harapan kecil: semoga suatu hari nanti, anak-anaknya bisa hidup lebih baik dari dirinya.

Adegan itu bukan cuplikan film, melainkan potret nyata keluarga Pak Syahruddin, seorang pengumpul barang bekas di kawasan Bagan Pete, Jambi. Rumahnya berdinding papan, dengan atap seng yang sering bocor setiap kali hujan turun. Saat petir menyambar dan air menggenang di lantai, mereka biasanya berpelukan di pojok ruangan, menunggu malam reda.

Kisah sederhana keluarga ini menjadi salah satu titik balik bagi Suci Utami Armand, seorang perempuan muda yang percaya bahwa mimpi bisa tumbuh di mana saja, bahkan di rumah kecil yang kerap kebanjiran setiap musim hujan datang. Bagi Suci, tak ada tempat yang terlalu sempit untuk menanam harapan, selama ada hati yang mau peduli.

Suci Utami Armand, Founder Bara Api


Lahir dari Sebuah Keyakinan: Pendidikan Adalah Warisan Terbaik

Dalam sebuah tulisannya berjudul “Pendidikan Awal dari Mimpi” (2014) di blog pribadinya suciutamiarmand.blogspot.com, Suci menulis,

Warisan yang paling berharga adalah pendidikan. Ilmu akan terus berkembang dan berguna ke mana pun engkau melangkahkan kaki.

Kalimat yang ia kutip dari sang ayah itu menjadi pondasi langkah hidupnya. Ia melihat pendidikan bukan sekadar pelajaran di sekolah, melainkan jalan menuju kemandirian dan harapan.

Sebagai anak muda yang tumbuh di Jambi, Suci sering melihat anak-anak mengamen di lampu merah, menjajakan koran, atau memungut barang bekas. Mereka bukan tak punya mimpi, mereka hanya tak tahu ke mana harus menaruhnya.

Dari keresahan kecil itu, Suci merasa terpanggil untuk bertindak. Ia ingin agar anak-anak itu tahu bahwa mereka juga berhak bermimpi. Dari sanalah lahir Bara Api, singkatan dari Bersama Rangkul Anak Bermimpi, sebuah komunitas pendidikan yang ia dirikan bersama teman-teman kampusnya. Tujuannya sederhana yaitu menciptakan ruang bagi anak-anak jalanan dan anak-anak marginal untuk belajar, bermain, dan percaya bahwa masa depan mereka tetap punya cahaya.

Bara Api: Merangkul Anak Jalanan untuk Bermimpi

Bara Api berdiri pada 10 November 2013. Tak ada sponsor besar, tak ada fasilitas mewah, hanya semangat sukarela dan tekad yang hangat. Kegiatan pertama mereka dimulai di kawasan Tanggo Rajo (Ancol Jambi), tempat anak-anak pedagang kaki lima biasa berkumpul. Di pinggir jalan itu, tawa anak-anak kembali terdengar. Bukan karena mainan baru, tapi karena ada orang-orang yang datang membawa perhatian tulus.

Dari sanalah perjalanan Bara Api membawa Suci dan kawan-kawannya ke rumah Pak Syahruddin di Bagan Pete. Dua anaknya, Wawan (10) dan Krisna (6), akhirnya bisa bersekolah berkat usaha kecil dari para relawan.

Wawan dan Krisna Akhirnya Bisa Sekolah

Suci menulis dengan haru bagaimana temannya, Novi, berkeliling kampus selama tiga hari untuk mengumpulkan donasi. “Thanks Vi, berkat bantuan kamu, kedua adik kita ini bisa bersekolah :’),” tulisnya dalam blog.

Tak berhenti sampai di situ, tim Bara Api juga membantu mengurus dokumen kelahiran agar anak-anak itu bisa resmi terdaftar di sekolah. Dalam tulisannya, Suci mengenang dengan tawa. “Kalau ingat jalan ke rumah Pak RT-nya, rasanya pengen ngulang lagi terus jalannya aku videoin, lantaran jalan ke rumah beliau ekstrem sekali, hihihi… tapi seru kalau diingat lagi.”

Di balik canda itu, ada perjuangan nyata: waktu dan tenaga yang terkuras, juga keyakinan bahwa perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil.

Semangat yang Tak Pernah Padam

Perjalanan Bara Api tentu tak selalu mulus. Ada masa ketika dana menipis, relawan berkurang, dan kegiatan harus tertunda. Tapi semangat Suci tak pernah padam. Ia menulis,

Saya berharap Bara Api ke depannya akan berbenah lebih baik lagi, karena saya yakin di luar sana masih banyak anak-anak yang kurang beruntung dan membutuhkan bantuan kita semua.

Lebih dari satu dekade berlalu sejak tulisan itu dibuat, tapi nilai-nilai yang ia tanam tetap hidup. Suci telah menunjukkan bahwa pendidikan bukan soal kemewahan, melainkan tentang kesempatan, dan kesempatan itu bisa datang dari siapa saja, bahkan dari seorang mahasiswa yang berani bermimpi besar.

Kegiatan Bara Api

Kegiatan Bara Api

Kini, meski Suci mungkin telah menapaki jalan hidup yang berbeda, api kecil yang ia nyalakan lewat Bara Api masih menyala di hati banyak orang. Ia adalah bukti bahwa kepedulian sederhana bisa meninggalkan jejak panjang.

Tim Bara Api 3 tahun sejak Wawan dan Krisna bisa bersekolah

Tim Yayasan Bara Api (2020)

Apa yang Bisa Kita Ambil?

Melalui kisah Suci Utami Armand dan Bara Api, kita diingatkan bahwa perubahan besar sering kali berawal dari langkah kecil, dari hati yang mau mendengar, dan tangan yang mau menggenggam.

Bara Api mungkin hanya bara kecil dari Jambi, tapi dari bara itulah api mimpi terus menyala.

Dan mungkin, di tengah hiruk pikuk dunia yang sering membuat kita lupa, kisah ini hadir untuk mengingatkan, bahwa satu tindakan peduli bisa mengubah arah hidup seseorang.

Karena di setiap anak yang belajar menulis dan berhitung, ada mimpi kecil yang menunggu untuk tumbuh.

Dan di balik setiap mimpi itu, ada sosok seperti Suci yang pernah percaya: pendidikan adalah awal dari segalanya.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

BLOG ARCHIVE

  • ▼  2025 (15)
    • ►  November (2)
    • ▼  Oktober (2)
      • Berani Mengambil Ruang: Fany Efrita dari Keterbata...
      • Bara Api Suci, Nyalakan Mimpi di Hati Anak Pemulun...
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2024 (24)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2023 (56)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (10)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (54)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2020 (50)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)

POPULAR THIS WEEK

  • 2 Minggu Cobain 3 Produk Wardah Perfect Bright Series yang Bantu Nipisin Bekas Jerawatku [Review]
  • Review Base Relief Hydration & Barrier Calming Serum, Serum Vegan untuk Memperbaiki Skin Barrier
  • When focusing on yourself doesn’t mean letting your hair go
  • Katanya mau fokus sama diri sendiri, tapi rambut masih kasar dan susah disisir?
  • Review Wardah Crystal Secret
  • Berani Mengambil Ruang: Fany Efrita dari Keterbatasan Menjadi Keterbuktian
  • Why I Swear by means of Makarizo Hair Energy Creambath for Managing Dry, Frizzy Hair
  • Rating Sleeping Mask yang Aku Punya! (Nacific, Viva, The Body Shop, & Numa-Skin)
  • Perawatan Serum Anti-Aging: Clinic-Like Results
  • Review Lacoco En Nature Hydrating Divine Essence, Essence Lokal untuk Mencerahkan, Melembapkan, dan Mencegah Tanda-tanda Penuaan

FRIENDS

MEMBER OF

beautynesiar
Hijabers Beauty Blogger & Vlogger
Blogger Perempuan
Jakarta Beauty Blogger

SOCO VOUCHER CODE: SBN03E209

SOCO VOUCHER CODE: SBN03E209

BLOG STATS

ABOUT ME

Kudus, Indonesia based beauty blogger.

Hi, I’m Dian! You can find me on social media and my blog, where I share my experiences with beauty products and how they work on my post-acne skin. My journey with acne was tough, but it’s what led me here. Back then, beauty bloggers helped me discover the right products, and now I feel like it’s my turn to give back.

Through fun and relatable reviews, I’m here to help you find the best products for your skin type. Let’s navigate the world of beauty together! Let’s get in touch for any inquiries: radianikulsum@gmail.com

radianikulsum

EmbedSocial Instagram widget

Copyright © A Beauty Journal by Radiani. Designed by OddThemes